• Home
  • Posts RSS
  • Comments RSS
  • Edit
  • Referensi

    1.04.2012
    bloggyple, mari simak beberapa buku yang sedang aku cintai akhir-akhir ini. ini merupakan buku-buku yang bisa dikategorikan ke dalam genre seni dan filsafat. sebelumnya, thanks untuk teman OKK-seorang filsafat UI- yang sudah mau memperkenalkan saya-secara tidak langsung-dengan Goenawan Mohammad. yey!




    Indonesia Proses
    sesuai judulnya, buku ini menceritakan tentang filsafat transformasi yang terjadi di Indonesia. membaca buku ini seperti melakukan flashback ke masa pembentukan Indonesia-hampir di segala aspek-atau dapat disebut secara holistik. melalui buku ini, aku mulai mencari referensi lain tentang filsafat pemikiran para Fouding Fathers nya Indonesia. pemikiran Soekarno tentang marhaenisme, menurutku, masih yang paling menarik. ini buku pertama yang temanku pinjamkan.



    Teks dan Iman
    buku ini mengulas tentang dunia penulisan-dimana aku banyak men-skip bagian ini. bagian tentang iman sangat menarik, memberi jawaban mengapa banyak orang sukses terdoktrin dan berevolusi menjadi atheis.




    Debu, Duka, dsb
    yang satu ini sepertinya masih tergolong baru, karena baru muncul di galeri salihara. buku ini banyak mengulas tentang bencana yang banyak menelan korban jiwa-awal dari segala prahara dan nelangsa, yang kemudia dikorelasikan dengan eksistensi Tuhan yang didalih sebagai Yang Mahakuasa; Yang Maha mampu menciptakan segala yang diinginkan-Nya, termasuk di dalamnya kehendaknya atas penciptaan petaka bagi manusia. secara implisit, penafsiran yang salah terhadap kandungan buku ini bisa menjadi alasan-mengapa-seseorang-adalah-atheis episode 2.


    jika anda ada di Kota Depok, coba beli koleksi buku Goenawan Mohammad di TMBookstore karena anda mendapatkan layanan sampul buku gratis. untuk referensi filsafat lain, toko buku Gramedia memang lebih lengkap namu koleksi buku Goenawan Mohammad tidak cukup memuaskan. Oya, harga buku-buku ber-genre ini lumayan mahal, jadi jika anda punya teman yang memiliki buku ini, saya sarankan untuk meminjam. selamat membaca!

    Paradoks dalam Tiga

    Mungkin judul postingan ini terdengar seperti pembukaan pada awal narasi filsafat, namun sebenarnya bukan.

    Paradoks, mewakili kejadian yang aku anggap sebagai hitamnya putih. Kejadian yang sangat berlawanan dengan hakikat'nya'.
    Empat, karena paradoks ini aku temukan tiga (3) Januari lalu.

    kala itu aku sedang dalam langkahku menuju halte spekun (sepeda kuning) di belakang MUI setelah mengikuti latihan presidium untuk mubes (musyawarah besar) LK2 FHUI. dan tiba-tiba seseorang yang mengaku sebagai gadis cantik-penghuni rumah antik-a.k.a karlina, menelpon dan menyalak buas.

    dalam sambungan telpon kami, dia menumpahkan semuanya. menurut dugaanku, sebelumnya dia telah memendam kepenatan itu dengan dalih.. "okee.. aku adalah orang yang selalu bahagia, yang bodo amat sama masalah dunia. aku selalu merasa gembira, karena demikianlah dukungan semesta kepadaku. ini hanyalah bukan aku yang aku. inilah aku yang separuh kerasukan veda. untuk menjadi aku yang aku, aku harus santaiiii seperti di pantaiiii, asiiiik seperti di tasiiiik"

    "sumpah kun aku ngga ngerti kenapa aku ngerasa kayak mau UM.. aku ngerasa harus ngedapetin itu, kalo nggak aku mesti dimana lagi. aku ngerasa kayak ada sesuatu yang aku kejar, tapi aku nggak tau apa yang aku kejaaaarr. rasanya capeeekkkk! kemaren aku gabisa ngerjain fisika. hari ini anfis (anatomi fisiologi) juga gabisa. aku ngga ngerti lagiiiii.. kayaknya semua persiapanku itu bohooooooonnggg"

    dan untuk kemudian, gejala seperti di atas aku sebut sebagai over-insecure dan move-on-disability syndrome.

    aku merasa, karlina bukan seperti karlina. benar katanya, dia lebih mirip aku. aku yang sehari-hari, aku yang biasanya, yang selalu tegang menghadapi segala tes, ujian, lomba. yang selalu siaga, apapun itu yang akan aku hadapi. benar katanya, mungkin kita sedang 'soul exchanging' atau apalah yang maksudnya bertukar jiwa.

    masih basah dalam ingatan betapa stress nya aku menjelang ujian snmptn, dengan pakaian lusuh, rambut tidak disisir, dua hari tanpa mandi, mata yang berkantung. aku menjelma jadi orang gila; kata karlina. dan semuanya seperti terbalik. untuk saat ini karlina lah yang ada di posisi ku. dalam sambungan telpon kami, dia meneriakku, dia berhisteria..

    satu hal yang aku pelajari adalah bahwasanya manusia itu memanglah dinamis. terlebih lagi untuk kami yang masih duduk di bangku kuliah. ini benar-benar masa transformasi dimana ujian tidak bisa lagi kamu hadapi dengan sistem SKS (sistem kebut semalam), dimana kamu tidak bisa hanya berangkat-lalu-pulang kuliah untuk memaknai hidup, dimana prestasimu tidak dilihat hanya dari IPK namun juga keaktifan kamu di luar pembelajaran kuliah, dimana kamu menghadapi segalanya dengan lebih dan lebih dewasa

    siapapun itu, bagaimanapun wataknya, harus merasa bagaimana itu di bawah. jika tidak, dia tidak akan tau bagaimana rasanya di atas. ini adalah suatu perbandingan.. apakah mungkin kamu bisa menilai seseorang itu gemuk jika kamu tidak melihat pembandingnya, yaitu seseorang yang bertubuh seperti tongkat pramuka? kita baru akan mengerti bahagia adalah bahagia ketika kita telah merasakan sedih yang menelangsakan. kita baru akan merasa sukses itu sukses ketika kita telah pernah mengalami gagal yang menjatuhkan sebelumnya.

    dan pada akhirnya saya merasa bahwa 'paradoks' bukanlah kata yang tepat untuk mewakili semua ulasan ini. mungkin yang lebih tempat.. 'komplemen'?