• Home
  • Posts RSS
  • Comments RSS
  • Edit
  • Paradoks dalam Tiga

    1.04.2012
    Mungkin judul postingan ini terdengar seperti pembukaan pada awal narasi filsafat, namun sebenarnya bukan.

    Paradoks, mewakili kejadian yang aku anggap sebagai hitamnya putih. Kejadian yang sangat berlawanan dengan hakikat'nya'.
    Empat, karena paradoks ini aku temukan tiga (3) Januari lalu.

    kala itu aku sedang dalam langkahku menuju halte spekun (sepeda kuning) di belakang MUI setelah mengikuti latihan presidium untuk mubes (musyawarah besar) LK2 FHUI. dan tiba-tiba seseorang yang mengaku sebagai gadis cantik-penghuni rumah antik-a.k.a karlina, menelpon dan menyalak buas.

    dalam sambungan telpon kami, dia menumpahkan semuanya. menurut dugaanku, sebelumnya dia telah memendam kepenatan itu dengan dalih.. "okee.. aku adalah orang yang selalu bahagia, yang bodo amat sama masalah dunia. aku selalu merasa gembira, karena demikianlah dukungan semesta kepadaku. ini hanyalah bukan aku yang aku. inilah aku yang separuh kerasukan veda. untuk menjadi aku yang aku, aku harus santaiiii seperti di pantaiiii, asiiiik seperti di tasiiiik"

    "sumpah kun aku ngga ngerti kenapa aku ngerasa kayak mau UM.. aku ngerasa harus ngedapetin itu, kalo nggak aku mesti dimana lagi. aku ngerasa kayak ada sesuatu yang aku kejar, tapi aku nggak tau apa yang aku kejaaaarr. rasanya capeeekkkk! kemaren aku gabisa ngerjain fisika. hari ini anfis (anatomi fisiologi) juga gabisa. aku ngga ngerti lagiiiii.. kayaknya semua persiapanku itu bohooooooonnggg"

    dan untuk kemudian, gejala seperti di atas aku sebut sebagai over-insecure dan move-on-disability syndrome.

    aku merasa, karlina bukan seperti karlina. benar katanya, dia lebih mirip aku. aku yang sehari-hari, aku yang biasanya, yang selalu tegang menghadapi segala tes, ujian, lomba. yang selalu siaga, apapun itu yang akan aku hadapi. benar katanya, mungkin kita sedang 'soul exchanging' atau apalah yang maksudnya bertukar jiwa.

    masih basah dalam ingatan betapa stress nya aku menjelang ujian snmptn, dengan pakaian lusuh, rambut tidak disisir, dua hari tanpa mandi, mata yang berkantung. aku menjelma jadi orang gila; kata karlina. dan semuanya seperti terbalik. untuk saat ini karlina lah yang ada di posisi ku. dalam sambungan telpon kami, dia meneriakku, dia berhisteria..

    satu hal yang aku pelajari adalah bahwasanya manusia itu memanglah dinamis. terlebih lagi untuk kami yang masih duduk di bangku kuliah. ini benar-benar masa transformasi dimana ujian tidak bisa lagi kamu hadapi dengan sistem SKS (sistem kebut semalam), dimana kamu tidak bisa hanya berangkat-lalu-pulang kuliah untuk memaknai hidup, dimana prestasimu tidak dilihat hanya dari IPK namun juga keaktifan kamu di luar pembelajaran kuliah, dimana kamu menghadapi segalanya dengan lebih dan lebih dewasa

    siapapun itu, bagaimanapun wataknya, harus merasa bagaimana itu di bawah. jika tidak, dia tidak akan tau bagaimana rasanya di atas. ini adalah suatu perbandingan.. apakah mungkin kamu bisa menilai seseorang itu gemuk jika kamu tidak melihat pembandingnya, yaitu seseorang yang bertubuh seperti tongkat pramuka? kita baru akan mengerti bahagia adalah bahagia ketika kita telah merasakan sedih yang menelangsakan. kita baru akan merasa sukses itu sukses ketika kita telah pernah mengalami gagal yang menjatuhkan sebelumnya.

    dan pada akhirnya saya merasa bahwa 'paradoks' bukanlah kata yang tepat untuk mewakili semua ulasan ini. mungkin yang lebih tempat.. 'komplemen'?

    0 comments:

    Posting Komentar